Kisah Zaroti Generasi Keenam Penggiat Kesenian Dambus Bangka

Cari Berita

Advertise Banner

pembuatan

Kisah Zaroti Generasi Keenam Penggiat Kesenian Dambus Bangka

Zaroti, penggiat kesenian dambus yang ditemui tim natak sejarah dan budaya, Selasa (19/11/2019)

Jari jemarinya begitu piawai memetik satu persatu senar pada dambus berukuran satu meter itu. Lantunan musik melayu yang dibawakannya begitu merdu terdengar.
Zaroti penggiat seni melayu Bangka Belitung diusia 14 tahun sudah mulai memainkan alat musik khas Bangka Belitung ini. Lebih dari separuh umurnya didedikasikan untuk tetap melestarikan kebudayaan di Bumi Serumpun Sebalai. Selain mahir memainkan dambus, ternyata alat musik tersebut dibuat langsung dan telah memproduksi ratusan dambus untuk dijual.

"Saya mengerjakan dambus sudah turun temurun. Dari kakek-nenek dulu, jadi sekarang saya sudah generasi keenamnya," kata Zaroti memulai kisahnya.

Dambus merupakan alat musik yang dimainkan dengan cara dipetik. Bentuknya serupa alat musik petik lainnya namun pada ujung dambus berbentuk kepala rusa atau kijang.
Zaroti menjelaskan, bentuk kepala rusa atau kijang tersebut karena pada zaman dahulu hampir di rumah-rumah orang yang disegani atau memiliki kedudukan, terpajang kepala rusa atau kijang sehingga untuk memasukkan unsur tersebut dalam ciri khas dambus dibuatlah tiruannya dari kayu.

"Kayunya bisa dari apa saja, tapi cuma pakai satu tidak boleh disambung. Ukiran kepala rusa atau kijang itu menyatu dengan seluruh bagian alat musik ini," kata pria berusia 64 tahun itu.

Sedangkan pada bagian kepala dambus terdapat pemutar untuk menyinkronkan nada, berjumlah tujuh pemutar yang diambil dari tujuh tombak di tujuh kampung. Dambus memiliki tiga senar atau bisa juga berjumlah empat.
"Mainnya menggunakan perasaan, kalau kunci dia menyesuaikan dengan lagu yang dibawa," tambah Zaroti.

Zaroti sudah 19 tahun bergelut membuat dambus untuk diperjualkan atau pesanan orang. Bahkan pemesan ada yang dari luar negeri. Untuk pembuatan sekitar satu bulan.
Musik Dambus ternyata dimainkan sepaket, yakni terdiri dari 12 pemain yakni pemain dambus, penyanyi, gendang, tamborin, gong, dan penarinya.

Saat ini kesenian dan kerajinan ini diturunkan Zaroti kepada anak-anaknya. Dia juga berharap pemerintah berperan dan membantu penggiat seni seperti dirinya dalam hal dukungan moril maupun finansial.

Memang diakui Zaroti selama ini dukungan pemerintah tidak pernah dirasakan termasuk saat mengikuti berbagai kegiatan seni. Apalagi pelestarian kesenian dambus juga kurang digiatkan oleh pemerintah.
"Seharusnya pemerintah mengintruksikan ini dalam kegiatan sekolah. Kalau budaya kita ini hilang bagaimana generasi nanti? Hampir punah kalau tidak dilestarikan," ujarnya.

(Sumber : Bangkapos.com)